Setiap rumah memiliki konsep dan desain interior yang mencerminkan keunikan tersendiri. Dalam dunia arsitektur, berbagai gaya diterapkan untuk menciptakan tampilan dan nuansa yang berbeda. Salah satu gaya yang tidak kalah menarik dari gaya modern adalah arsitektur jengki, sebuah konsep desain yang sangat kental dengan nuansa Indonesia. -MegaBaja.co.id
Arsitektur jengki mungkin kurang dikenal oleh generasi milenial saat ini, tetapi sebenarnya gaya ini memiliki nilai sejarah yang signifikan. Gaya ini berkembang pada tahun 1950-an hingga 1970-an. Periode di mana Indonesia baru saja merdeka dan sedang mencari identitas budaya sendiri, termasuk dalam bidang arsitektur.
Melalui arsitektur jengki, akan terlihat bagaimana seni dan budaya lokal diintegrasikan dalam desain rumah. Gaya ini bukan hanya sekadar pilihan estetika, tetapi juga representasi dari identitas budaya dan sejarah Indonesia. Jika kamu mencari alternatif dari gaya arsitektur modern, arsitektur jengki menawarkan keaslian dan warisan budaya yang patut dipertimbangkan.
Sejarah Arsitektur Jengki
Pada awal kemerdekaan sekitar tahun 1950-an, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, muncul rumah-rumah bergaya arsitektur jengki. Gaya arsitektur asli Indonesia ini populer pada periode 1950-1970.
Jengki, atau yankee style, merupakan simbol kebebasan dan pemberontakan terhadap arsitektur kolonial yang kaku. Gaya ini dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap pengaruh Eropa yang identik dengan penjajahan.
Nama “jengki” sendiri berasal dari kata “yankee,” sebutan bagi orang-orang New England di Amerika Serikat bagian utara. “Yankee” pada kala itu berkonotasi negatif.
Menurut Imam Prakoso dalam bukunya ‘Arsitektur Jengki, Perkembangan Sejarah yang Terlupakan’, gaya jengki muncul karena adanya arsitek pribumi yang dulunya hanya menjadi pendamping arsitek Belanda. Ketika arsitek Belanda meninggalkan Indonesia pada 1950-1960-an, lulusan sekolah teknik menengah (STM) mengambil alih peran mereka dalam bidang konstruksi.
Johan Silas, seorang arsitek Indonesia, berpendapat bahwa inspirasi arsitektur jengki juga berasal dari film koboi Amerika yang populer di Indonesia saat itu. Gaya ini menggambarkan adegan cepat mencabut pistol dan menembak. Hal tersebut merupakan simbol penyelesaian konflik yang cepat dan tegas.
Gaya arsitektur jengki dengan cepat menyebar dari kota-kota besar ke pelosok-pelosok daerah di Indonesia. Di kota-kota besar, arsitek pribumi memanfaatkan kekosongan yang ditinggalkan oleh arsitek Belanda untuk memperkenalkan gaya ini. Sedangkan di kota-kota kecil, arsitek pribumi juga berperan dalam memperkenalkan arsitektur jengki. Akhirnya, jengki menjadi identik dengan gaya arsitektur baru pada masanya.
Ciri Khas Arsitektur Jengki
Salah satu ciri khas arsitektur jengki adalah penolakan terhadap elemen-elemen arsitektur kolonial, seperti jendela besar ala Eropa. Sebaliknya, arsitektur jengki menonjolkan elemen-elemen lokal yang lebih relevan dengan iklim dan budaya Indonesia. Lantas, apa saja ciri khas lainnya? Yuk, ketahui lebih dalam mengenai elemen-elemen khas arsitektur jengki:
1. Bentuk Atap Rumah
Salah satu ciri khas paling mencolok dari arsitektur jengki adalah bentuk atapnya yang unik. Atap rumah jengki biasanya memiliki bentuk pelana dengan perbedaan ketinggian yang membuatnya tampak tidak seimbang. Kemiringan atap pelana di rumah jengki ini tidak kurang dari 35 derajat. Desain ini memberikan kesan dinamis dan berbeda dari model arsitektur lainnya yang lebih umum.
Selain itu, atap jengki sering dilengkapi dengan lubang angin atau ventilasi alami. Fungsinya adalah untuk menjaga sirkulasi udara di dalam rumah tetap optimal, sehingga interior rumah tetap sejuk meskipun cuaca sedang panas.
2. Dinding Rumah
Keunikan lain dari arsitektur jengki adalah dinding rumah yang sering kali dibangun dengan bentuk miring. Dinding ini biasanya disusun dalam bentuk segi lima, menciptakan tampilan yang artistik dan berbeda dari dinding rumah pada umumnya. Desain ini tidak hanya memberikan estetika yang menarik, tetapi juga berfungsi untuk mengoptimalkan ruang pada lahan yang luas. Dengan begitu, ruang yang ada tidak menimbulkan kesan sempit.
3. Beranda yang Luas
Beranda rumah dalam arsitektur jengki biasanya memiliki ukuran yang luas, berbeda dengan rumah modern yang sering kali memiliki beranda sempit karena keterbatasan lahan. Pada masa keemasan arsitektur jengki, beranda rumah didesain luas dan terintegrasi dengan teras. Ini memungkinkan aktivitas menerima tamu bisa dilakukan dengan lebih leluasa. Atap beranda yang melengkung juga menambah keindahan dan meminimalkan kesan monoton dari desain Eropa yang kaku.
4. Bebatuan Alam pada Dinding Rumah
Arsitektur jengki juga dikenal dengan penggunaan bebatuan alam pada dinding rumah. Batu-batu alam berwarna abu-abu disusun secara asimetris untuk menciptakan tampilan dinding yang artistik dan alami. Penggunaan bebatuan alam ini tidak hanya menambah nilai estetika, tetapi juga memberikan kesan sejuk dan nyaman. Material ini sangat cocok untuk rumah-rumah di daerah tropis.
5. Loster untuk Sirkulasi Udara
Arsitektur jengki memperhatikan aspek kebutuhan rumah tropis dengan menggunakan loster pada dinding rumah. Loster ini membantu mencegah hawa panas dan pengap di dalam rumah dengan memperlancar sirkulasi udara.
Bentuk loster sangat beragam, mulai dari segi empat, segi lima, hingga motif bunga. Loster tidak hanya fungsional, tetapi juga menambah keindahan interior rumah. Selain itu, loster juga memungkinkan pencahayaan alami masuk ke dalam rumah yang meningkatkan efisiensi energi.
6. Furniture Jengki
Arsitektur jengki tidak hanya mempengaruhi elemen eksterior dan interior, tetapi juga gaya furniturenya. Furniture ala jengki memiliki ciri khas pada bentuk kursi yang landai dan ujung-ujung furniture yang berbentuk runcing. Material yang digunakan biasanya adalah besi dan kayu asli Indonesia. Ini menambah nuansa khas Indonesia pada setiap perabotannya.
Selain itu, rotan dan karet juga sering digunakan. Furniture rotan terkenal dengan daya tahannya. Untuk material karet, biasanya digunakan sebagai pelengkap seperti pada sandaran kursi besi yang dililit karet. Perbaduan tersebut menciptakan kombinasi estetika dan kenyamanan.
Arsitektur jengki menawarkan keunikan dan karakteristik yang mencerminkan budaya Indonesia. Gaya ‘jadul’ ini memberikan alternatif menarik jika kamu ingin mengadopsi desain yang berbeda dari arsitektur modern.
Integrasi Gaya Jengki dalam Desain Masa Kini
Gaya eksterior dan interior arsitektur jengki memiliki pesona yang tak lekang oleh waktu. Meskipun berakar dari era 1950-an, gaya ini masih sangat relevan dan dapat diaplikasikan pada hunian modern. Dengan memadukan elemen arsitektur jengki dengan furniture yang sesuai, kamu bisa menciptakan hunian yang tidak hanya istimewa, tetapi juga sarat akan nilai sejarah dan budaya.
Arsitektur jengki yang terkesan jadul memiliki fleksibilitas yang baik dalam beradaptasi dengan gaya desain modern, seperti gaya scandinavian. Rumah Gaya scandinavian dikenal dengan kesederhanaan, penggunaan elemen kayu, dan pencahayaan alami. Karakteristik tersebut bisa dipadukan dengan elemen jengki untuk menciptakan kesan yang lebih istimewa.
Elemen kayu yang sederhana dan tanpa polesan pada gaya scandinavian sangat cocok dipadukan dengan furniture bergaya jengki. Keduanya sama-sama menonjolkan penggunaan kayu dan desain yang unik. Kombinasi ini tidak hanya menciptakan harmoni visual, tetapi juga memperkaya tekstur dan nuansa dalam ruangan.
Kursi landai khas jengki bisa menjadi elemen fokus dalam sebuah ruangan. Ditambah dengan elemen-elemen scandinavian yang minimalis, ruang tersebut akan terasa lebih hangat dan mengundang. Material besi dan kayu asli Indonesia yang sering digunakan dalam furniture jengki juga menambah kekayaan estetika, menjadikan ruangan lebih berkarakter dan unik.
Dengan kreativitas dan pemilihan elemen yang tepat, gaya arsitektur jengki bisa menjadi sentuhan yang memperkaya desain interior hunian masa kini. Gaya ini tidak hanya menambah estetika, tetapi juga membawa nilai sejarah dan budaya Indonesia yang kaya ke dalam kehidupan sehari-hari.
Leave a Reply